Menjelma
Sedikit update 2023
Those Eyes
Setitik Nostalgia Akhir Tahun
Hai!
Menjelang pergantian tahun tentu semua target pekerjaan saya sudah terpenuhi. Sekarang saya sedang memasuki masa-masa penuh kegabutan yang hakiki namun tentu saja tetap terlibat drama perkantoran yang tidak pernah ada habisnya.
Supaya tampak sibuk akhirnya saya memutuskan untuk menengok blog ini. Rasanya saya kurang ajar sekali ya tidak merawat blog ini padahal dia sudah setia menampung segala unek-unek saya selama 12 tahun lebih.
12 tahun lebih...
Wow.
Saya akhirnya tadi scroll ke postingan belakang sampai ke tahun 2010. Saya masih sangat ingat, saya pertama kali membuat akun blogger ini saat lulus SMA. Atau saat menunggu pengumuman kelulusan ya? Menggunakan laptop Acer yang dibelikan Bapak saya tahun 2009 dan menggunakan modem telkomsel flash yang harga kuotanya saat itu 100 ribu untuk 300 MB. Modemnya merk Vodafone, warna putih, ada kabelnya.
Percayalah saat saya lihat gambar modem ini, saya masih ingat jelas rasa bahagianya punya modem sendiri sehingga tidak perlu ke warnet untuk sekedar buka facebook dan youtube. Hati saya nyeri, penuh haru bercampur sedih karena memikirkan betapa waktu cepat sekali berlalunya.
Rasanya baru kemarin saya semangat sekali mau masuk kuliah dan belajar mati-matian. Hal yang saya khawatirkan hanya tidak lulus SNMPTN. Masih jelas di kepala saya bayangan saya belajar sampai tengah malam, saat pintu kamar saya diketuk oleh Ibu untuk mengingatkan jam makan, atau saya memergoki Bapak mengintip melalui jendela kamar untuk mengecek apakah saya benar-benar belajar atau hanya baca komik.
Benar-benar rasanya baru kemarin saya melalui hal ini..
Membaca postingan yang terletak jauh di belakang, saya menyadari ternyata saya sudah melalui banyak hal. Saya ternyata melalui kehidupan remaja yang penuh kebahagiaan bersama teman-teman, melewati masa galau entah karena nilai atau pacar. Saya juga gemar mengomentari hal-hal remeh saking senggangnya saya saat libur kuliah. Saya bersyukur sekali saat itu saya cukup alay dan narsis sehingga postingan saya banyak yang disertai dengan dokumentasi.
Pisau bermata dua sih, karena saat melihat foto-foto tersebut ya saya rasanya mau brebes mili. Air mata di ujung tanduk, setengah mati saya tahan supaya tidak menetes karena tissue di ruangan kerja sedang habis.
Tahun berganti tahun, postingan saya mulai bergeser dari yang hepi-hepi menjadi sedikit serius seiring dengan saya yang beranjak tua.
Masalah yang tadinya saya anggap berat menjadi tampak remeh sekali kalau dibandingkan dengan problematika khusus 21+.
Masalah kantor, pernikahan, keluarga, finansial, semuanya campur aduk menjadi satu dan berdesakan di kepala saya yang kapasitasnya terbatas. Setiap hari rasanya ingin menangis tapi berusaha tidak menunjukkan kelemahan di depan siapapun, karena ya buat apa? Apakah dengan belas kasihan orang maka masalah akan terselesaikan? Kan tidak.
Makanya bisa dilihat kalau postingan saya semakin ke sini semakin suram saja hahahaha.
Tapi tidak apa-apa, saya masih berdiri tegak sampai saat ini saja bagi saya itu sudah pencapaian yang luar biasa.
Walaupun saya tidak konsisten menulis di blog ini, tapi postingan di sini sedikit banyak bisa memanggil kembali sisi remaja bahagia saya secara instan untuk mengobati mood saya yang belakangan ini gonjang-ganjing tidak karuan.
Kalau ditanya "apakah kamu punya hobi yang membuat kamu merasa sangat bersyukur karena menyukai hal tersebut?", maka saya akan jawab "menulis".
Menulis di blog ini misalnya. Saya bersyukur sudah merekam memori selama 12 tahun di sini. Kalau kalian suka menulis juga (di media apapun), di masa depan saat kalian membaca tulisan tersebut kembali pasti ada kalanya kalian seperti membuka peti harta karun. Kalian akan terkejut sendiri, secara gak sadar bergumam "eh gw pernah begini ya? lho pernah ada kejadian ini ya?" dan lain-lain.
Bertambahnya umur menyebabkan kita melupakan berbagai hal namun dengan tulisan-tulisan kita ini, yang dulu kita anggap menye-menye, ternyata hal tersebut bisa kita ingat lagi dan sekarang menjadi kenangan klasik yang sangat bernilai.
Melihat foto-foto saat remaja rasanya ingin deh bertanya, "Tih, kamu akan menyangka gak 12 tahun kedepan kita akan menjadi seperti ini? Kamu tahu nggak apa aja yang akan kita lalui?"
Seandainya bisa kembali ke tahun 2010 saya ingin jewer si Ratih remaja dan bilang "Jangan kebanyakan cengengesan, di masa yang akan datang kita bakal sering termehek-mehek. Ayo belajar menjadi dewasa dari sekarang!"
Gagal pertahanan, air mata saya menetes 2 kali. Terpaksa saya usap menggunakan kerah seragam dan menghilangkan jejak ingus pakai tangan. Lalu saya lap ke celana hitam ini. Ew. Tapi ini keadaan darurat dan bisa dimaklumi yagesyaa.
Ratih di 2010. Kangen loh sama kamu yang ini, Tih :)) |
Ratih di 2022 yang penuh huru-hara. Mamak anak dua, suami masih satu. |
Sepertinya kedepan saya harus lebih sering posting foto ya supaya bisa dilihat progress pertambahan kerutan wajahnya. Becanda ding, maksudnya untuk melihat progress perjalanan hidup. Saaaeee. Sama memantau apakah ini saatnya ambil treatment botox dan face thread lift. Loh, sama aja dong ya.
Yaudah, demikian setitik nostalgia hari ini. Mudah-mudahan tahun depan akan lebih sering memposting sesuatu di sini ya, bye bestie =)
Menuju 2023
Postingan terakhir di bawah berjudul "Menuju 2022". Sekarang "Menuju 2023", alias HEBAT SEKALI RATEEEH KAMU BIARKAN BLOG INI SAWANGAN SELAMA SETAHUN TANPA POSTINGAN APA-APAAAAAAA!!"
Fiuh.
Lega sekali habis neriakin diri sendiri.
Tahun 2022 ini gila banget. Bener-bener deh. Hidup saya tuh beneran kayak lagi naik roller coaster setahun ini.
Super sibuk, super kewalahan, super emosian, super super super melelahkan.
Pulang kantor beneran nggak punya energi apa-apa selain rebahan. Saya lumayan sering menghamburkan uang di salon kecantikan untuk sekedar hair spa atau full body treatment sebagai salah satu cara terampuh mengatasi stress karena kerjaan.
Jadi kalau saya lagi paleng banget; apalagi kalau pulang kantor dalam keadaan kepala mendidih, saya akan langsung mampir ke salon untuk minimal treatment hair creambath deh. Bisa dibayangkan nggak betapa leganya ketika kepala kalian berat banget, pundak kaku, terus disiram air dingin sama terapis, dikeramasin, kepalanya digaruk-garuk dipijit-pijit ditekan-tekan, aduh pokoknya kebayang kan? Langsung enteng, paling enggak emosinya berkurang 50%.
Saya menganut prinsip pantang pulang ke rumah dalam keadaan marah karena takut anak-anak akan jadi sasaran pelampiasan emosi. Oleh karena itu lebih baik saya mengelontorkan uang untuk menyenangkan diri dulu, walaupun setelah itu saya ya pusing juga karena bokek. Tapi nggak apa-apa, itu lebih baik daripada pusing karena urusan kantor. Menurut saya ya.
Sebenernya banyak hal yang mau saya utarakan di sini terkait keresahan hati. Jiah.
Pengen misuh-misuh lho hamba, tapi atut ah di medsos itu banyak policinya.
Btw, si Kakak sudah 4 tahun dan sudah sekolah TK A. Ini biang kerok penambah kesibukan juga sih, selama ini kan saya jobdesknya adalah working mama. Udah itu aja. Pagi masak ala kadarnya, berangkat ke kantor, jam istirahat pulang ke rumah untuk masak, lalu ke kantor lagi, jam 5 sore pulang.
Sekarang karena Kakak udah sekolah, maka pagi-pagi saya harus masak yang bener untuk sarapan Kakak dan menyiapkan bekal sekolah. Lalu kakak berangkat dianter anty nya, tugas saya adalah jemput Kakak pulang sekolah jam 10.00 WIB. Kalau papanya lagi libur ya tugas jemput menjadi tugas papanya. Selebihnya ya sama seperti di atas, bedanya sekarang saya lebih sering pulang kantor jam 6 sore ke atas karena banyaknya pekerjaan yang harus diselesaikan.
Saya juga harus me-review tugas sekolah Kakak, bergabung pada grup Whatsapp wali murid, terlibat pada kegiatan lomba anak, memantau perkembangan Kakak melalui gurunya, dll. Kegiatan ini menuntut saya untuk terus berinteraksi dengan banyak orang, berhubung saya bukan tipe ekstrovert maka hal ini benar-benar menguras energi saya.
Setelah banyak bersosialisasi tuh...rasanya saya pengen menyendiri aja di kamar yang gelap tanpa gangguan untuk memulihkan tenaga :')
Kesehatan finansial juga belum ada peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya. Tidak kesulitan tapi juga tidak berlebih. Selain kami masih banyak borosnya, sebagai sandwich generation ya tentu saya penghasilan kami tidak menjadi milik kami seutuhnya.
Kalau kata Krisna,"kita itu bukan mulai dari 0, tapi dari minus."
Cari biaya nikah sendiri, beli rumah sendiri, kendaraan sendiri, semuanya sendiri.
Udah tahu sandwich generation tapi kok gak menerapkan frugal living? Hehe sulit bestie, takut stress. Kerja jungkir balik sampe tipes, kalau tidak menyisihkan uang untuk senang-senang apa tydac ngenes?
Ya senang-senangnya juga bukan beli barang branded, liburan tiap bulan atau sesuatu yang mehong banget. Paling jalan-jalan ke mall doang nyenengin bocah, nyalon, makan enak, sesuatu seperti itulah.
Eh ini dengan catatan kami punya asuransi ya dan keluarga juga sudah tercover sehingga meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya kebangkrutan karena jatuh sakit.
Jadi untuk urusan kesehatan finansial harapannya tahun depan akan ada perbaikan. Mudah-mudahan mulai bisa menabung lebih banyak, atau ya kalau tidak bisa maka semoga ada kenaikan penghasilan. Mana aminnya saudara-saudara?
Ngomong-ngomong saya lagi positive covid nih bersama anak-anak. Ini kali kedua saya terjangkit virus brekele ini, yang pertama bulan Maret 2022. Tapi kami baik-baik saja kok dan saat ini sedang masa pemulihan.
Baiklah, sekian dulu update hari ini. Mudah-mudahan besok saya bisa cerita lebih banyak ya. See you!
Menuju 2022
2 hari terakhir menuju tahun 2022, dan tulisan ini diketik sambil mendengarkan lagu Idgitaf berulang kali di Spotify.
Tahun ini adalah tahun terakhir saya di umur 20-an, part lagu ini kok rasanya relate sekali.
29 tahun. Saya sering me-review pencapaian apa yang sudah saya raih selama ini, khususnya di usia 23 s.d sekarang. Saya lumayan stress ketika menghadapi kenyataan bahwa pencapaian saya ini rasanya tidak seberapa dibanding dengan pencapaian teman-teman seusia saya.
Saya menikah, mereka juga.
Saya punya anak, mereka juga.
Saya punya pekerjaan, mereka pun.
Saya punya materi secara cukup, wah mereka jangan ditanya.
Lalu apa yang bisa saya banggakan?
Dalam karir, saya memang berusaha bekerja dengan baik dan target selalu tercapai. Namun jujur saya tidak ingin 'berkarir' karena untuk promosi akan terlalu banyak yang harus saya korbankan terutama keluarga. Nah, cocok sekali kan?
Ku tak tahu apa lagi yang 'kan kukejar...
Saya pikir bulan Oktober 2021 saya mulai mencari akun yang sering sharing mengenai Self-Healing dan Self-Acceptance.
Rasanya klise ya, kelihatan sekali putus asanya sehingga perlu mencari materi motivasi. Bahkan saya memikirkan secara serius untuk terapi ke psikolog namun belum menemukan jadwal yang pas. Maklum, saat ini saya anak kabupaten. Psikolog/psikiater yang saya tuju adanya di kota dengan jadwal praktik yang sudah ditentukan dan sering kali bentrok dengan jadwal wfh saya.
Kembali lagi ke Self-Healing dan Self-Acceptance. Untuk pengertian dan langkah-langkah secara umum untuk melakukan 2 hal tersebut silahkan googling sendiri ya.
Kemarin, saya tidak sengaja melihat ig-story Alodita (Malo). Intinya Malo berkata bahwa pencapaian jika dibandingkan dengan orang lain ya tidak ada habisnya. Coba dibandingkan dengan diri kita yang lama, rasanya pasti banyak kemenangan kecil yang sudah kita capai.
Saya terdiam lama sekali, menyimak lanjutan story Malo sekaligus melihat ulang diri saya tahun 2021 dibanding dengan diri saya tahun 2020 dan sebelumnya.
Coba saya bikin list beberapa hal yang baru saya coba lakukan di 2021:
- Tahun ini saya lebih banyak bilang 'tidak' untuk hal-hal yang tidak mau saya lakukan/saya pikir lebih baik tidak saya lakukan, di lingkungan kerja.
- Saya lebih banyak membiarkan orang tahu perasaan saya. Apakah saya sedih, marah, kecewa, tidak saya tutupi. Saya mencoba menuturkan apa yang mengganjal dari hati saya kepada pihak lain tanpa meledak-ledak.
- Tahun ini saya berusaha tidak menjadikan kekurangan orang lain/kesusahan orang lain sebagai pengingat rasa syukur saya. Misal, saya memang sedih memiliki wajah rewel gampang jerawatan. Namun ketika melihat orang dengan kondisi jerawat yang jauh lebih parah dari saya, saya berusaha tidak mengucap 'duh harus bersyukur nih muka gw kayak gini, masih banyak orang-orang yang lebih parah ternyata'. No. Sekarang saya hanya mencoba mensyukuri apa adanya. Saya hidup, saya sehat, saya bahagia. Saya sedih wajah saya rewel, ya tidak apa-apa. Saya menerima perasaan sedih saya dengan 100% sadar bahwa manusia memang bisa sedih. Sedih bukan berarti tidak bersyukur. Sedih itu manusiawi. Tinggal bagaimana langkah selanjutnya agar kulit saya membaik & tidak sedih berlarut, dalam hal ini saya lebih intens mempelajari kebutuhan kulit saya & memakai skincare.
- Saya lebih merawat diri sebagai bentuk self-love sekaligus berusaha untuk menghabiskan semua skincare yang saya punya. Tahun-tahun sebelumnya tidak terhitung berapa puluh botol skincare yang saya buang, entah karena bosan, terlupakan hingga kadaluwarsa atau tidak cocok. Tahun ini semua skincare saya habiskan. Jika tidak cocok di wajah, saya pakaikan di badan. Pokoknya tidak boleh ada yang terbuang.
- Saya minum air putih 2-3L sehari, di luar minum kopi, teh, atau minuman kemasan lainnya.
- Kebiasaan memecahkan jerawat karena gemas sudah jauh jauh jauuuuh berkurang.
- Saya lumayan bisa mengontrol emosi ketika berdebat dengan bapak saya. Hehe.
- Saya sangat menggunakan fitur mute, unfollow & not interested untuk membersihkan timeline media sosial saya, demi ketenangan jiwa dan raga.
- Saya lumayan teguh tidak mengikuti trend kekinian, misal film A lagi hits banget namun mengguncang emosi, saya tidak akan nonton. Saya tidak peduli di cap kurang update yang penting hari saya tetap indah tanpa terbawa konten. Begitu juga berita, saya akan skip berita aneh agar tidak kesal sendiri. Karena yang rugi kan saya, sudah buang waktu baca berita tidak mutu, buang kuota, eh jadi misuh-misuh melulu.
- Saya berusaha untuk menghargai moment dan mengapresiasi hal-hal kecil yang orang lain lakukan untuk diri saya, walaupun tidak saya puji terang-terangan.